Minggu, 26 Februari 2012
NABI YUSUF BERMIMPI
Pada malam di mana para saudaranya mengadakan pertemuan sulit yang mana untuk merancangkan muslihat dan rancangan jahat terhadap diri adiknya yang ketika itu Nabi Yusuf sedang tidur nyenyak , mengawang di alam mimpi yang sedap dan mengasyikkan ,tidak mengetahui apa yang oleh takdir di rencanakan atas dirinya dan tidak terbayang olehnya bahwa penderitaan yang akan dialaminya adalah akibat dari perbuatan saudara-saudara kandungnya sendiri, yang diilhamkan oleh sifat-sifat cemburu, iri hati dan dengki.
Pada malam yang nahas itu Nabi Yusuf melihat dalam mimpinya seakan-akan sebelas bintang, matahari dan bulan yang berada di langit turun dan sujud di depannya. Terburu-buru setelah bangun dari tidurnya, ia datang menghampiri ayahnya , menceritakan kepadanya apa yang ia lihat dan alami dalam mimpi.
Tanda gembira segera tampak pada wajah Ya’qub yang berseri-seri ketika mendengar cerita mimpi Yusuf, puteranya. Ia berkata kepada puteranya:” Wahai anakku! Mimpimu adalah mimpi yang berisi dan bukan mimpi yang kosong. Mimpimu memberikan tanda yang membenarkan firasatku pada dirimu, bahwa engkau dikurniakan oleh Allah kemuliaan ,ilmu dan kenikmatan hidup yang mewah. Mimpimu adalah suatu berita gembira dari Allah kepadamu bahwa hari depanmu adalah hari depan yang cerah penuh kebahagiaan, kebesaran dan kenikmatan yang berlimpah-limpah.Akan tetapi engkau harus berhati-hati, wahai anakku ,janganlah engkau ceritakan mimpimu itu kepada saudaramu yang aku tahu mereka tidak menaruh cinta kasih kepadamu, bahkan mereka mengiri kepadamu karena kedudukkan yang aku berikan kepadamu dan kepada adikmu Benyamin. Mrk selalu berbisik-bisik jika membicarakan halmu dan selalu menyindir-nyindir dalam percakapan mrk tentang kamu berdua. Aku khuatir, kalau engkau ceritakan kepada mrk kisah mimpimu akan makin meluaplah rasa dengki dan iri-hati mereka terhadapmu dan bahkan tidak mungkin bahwa mereka akan merancang perbuatan jahat terhadapmu yang akan membinasakan engkau. Dan dalam keadaan demikian syaitan tidak akan tinggal diam, tetapi akan makin mambakar semangat jahat mereka dan mengorbankan rasa dengki dan iri hati yang bersemayam dalam dada mrk. Maka berhati-hatilah, hai anakku, jangan sampai cerita mimpimu ini bocor dan didengar oleh mereka.”
Isi cerita tersebut di atas terdapat dalam Al_Quran ,dalam surah “Yusuf” ayat 4 sehingga ayat 10 yang berbunyi sebagai berikut:
Maksudnya:” {Ingatlah} ketika Yusuf berkata kepada ayahnya : “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas buah bintang, matahari dan bulan, kulihat semuanya sujud kepadaku”.
5. Ayahnya berkata: “Hai anakku ,jgnlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudar-saudaramu, maka mrk membuat muslihat {utk membinasakanmu} .Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”
6. Dan demikianlah Tuhanmu memilih kamu {utk menjadi Nabi} dan diajarkannya kepada kamu sebahagian dari takdir mimpi-mimpi dan disempurnakannya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmatnya kepada dua orang bapamu sebelum itu, {iaitu} Ibrahim dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
7. Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada {kisah} Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang yang bertanya.
8. {Iaitu} ketika mereka berkata: “Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya {Benyamin} lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita {ini} adalah satu golongan {yang kuat} .Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.”
9. Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah {yang tidak dikenal} supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.”
10. Seorang daripada mrk berkata: “Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah ia ke dalam perigi, supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir jika kamu hendak berbuat.” { Yusuf :4 ~ 10 }
Senin, 20 Februari 2012
BUKTI CINTA ISTRI
Suatu ketika, Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memberitahu para shahabatnya bahwa istri Umar bin Khattab termasuk penduduk jannah karena perilaku baiknya kepada suami.
Mendengar berita tersebut, para shahabat pun terpana. Memang kelebihan amalannya apa dan bagaimana ?
Karena ingin mendapatkan kebaikan, mereka bertanya kepada istri Umar perihal sikapnya kepada suami, Umar bin Khatab Radhiyallahu ‘Anhu.
Tahu, apa jawabannya ?
Jawabannya sangat sederhana….,
Bahkan sangat sederhana….,
Terkadang karena kesederhanaan jawaban itulah yang membuat ia begitu istimewa. Ia diberi jannah sebagai ganjarannya.
Ia pun menjawab pertanyaan para shahabat yang sudah menanti jawaban dengan penuh perhatian,
“Bila suamiku mencari kayu bakar,
Saat mencari rizki untuk kami,
Tentu ia merasakan kepenatan.
Teriknya matahari dan dahaga nyaris membakar rongga tenggorokannya.
Di rumah, aku menyiapkan air dingin untuknya
Sehingga….,
Ketika ia pulang, air tersebut bisa langsung mengobati dahaganya.
Aku juga telah merapikan perabotanku dan menyiapkan makanan untuknya.
Setiap hari….,
Aku menunggunya dengan mengenakan pakaian yang paling indah.
Ketika ia sudah berada di depan pintu rumah,
Aku menyambutnya bak seorang pengantian perempuan yang menyambut pasangan yang sangat dirindukannya.
Aku siap menyerahkan jiwaku kepadanya.
Jika ia hendak istirahat, aku pun akan membantunya.
Jika ia menginginkanku, aku pun berada di tulang hastanya,
Seperti anak kecil yang sedang dihibur ayahnya…..”
Indahnya…., jannah dunia seolah menjadi milik berdua saja.
Mudah kan…? so, jadikan sloganmu, “Baiti Jannati”
Fal Mau’id wal Jaza’, al-Jannah, janji dan balasannya adalah jannah.
NB; Umar bin Khatab pada kesehariannya bekerja mengumpulkan kayu bakar dari lereng gunung untuk kemudian dijual.Uang hasil penjualan tersebut kemudian dipakai untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
JAMU PRABAYAR
Suatu malam, seorang penjual jamu yang telah lima tahun menjanda karena ditinggal mati suaminya didatangi oleh anak perempuannya yang sulung. Anak ini menyampaikan bahwa besok adalah hari terakhir pembayaran uang bangunan dan SPP.
Jika sampai besok tunggakan uang bangunan dan uang sekolah tidak dilunasi, dia akan dikeluarkan dari sekolah. Ibu penjual jamu ini terkejut mendengarnya.Sesaat, seolah dunia menjadi gelap. Dia kebingungan dan tak tahu harus berbuat apa. Ketika keterkejutan mulai mereda, dia diempaskan lagi oleh gelombang kekagetan berikutnya ketika si anak menyebutkan sejumlah angka sebagai total tunggakannya.
Napas sang Ibu segera saja menderu, keringat dingin mulai meleleh di keningnya, tangannya gemetar, dan suaranya menjadi lirih terputus-putus. Yang dapat dia ucapkan hanya mengulang nilai uang yang sudah disebutkan anaknya.
Tanpa bisa memberikan janji muluk-muluk kepada anak-nya, wanita penjual jamu itu beranjak ke tempat tidur untuk beristirahat sejenak.Akan tetapi, alih-alih dapat tidur dengan nyenyak, semakin dia mencoba memejamkan mata, semakin gelisah pula dia dibuatnya.
Ketika matanya rapat menutup, silih berganti bayangan yang menakutkan dan lintasan kejadian pada masa depan yang suram tergambar di benaknya bak sebuah film horor yang terus-menerus menghantui.
Dia pun berusaha menenangkan diri dengan membetulkan posisi tubuhnya dan berkali-kali dia menarik napas dalam dan mengembuskannya panjang-panjang.Sedikit demi sedikit otak-nya mulai dapat diajak berpikir.
Malangnya, setiap kali otaknya mengalkulasi, setiap kali itu pula dia merasa kepalanya dibenturkan ke sebuah dinding baja. Dengan segala macam tunggakan, utang di warung sebelah, bahan baku jamu yang belum terbayar semuanya, ketercukupan kebutuhan pangan hanya untuk sehari saja, dan beban harus membayar uang sekolah anaknya seolah melengkapi seluruh penderitaannya.
Hampir semalaman, dia takdapat memicingkan matanya, kasur yang tipis terasa semakin tipis.Kamar yang pengap kini terasa semakin membekap.Memang, dunia tak pernah memberikan ampun kepada mereka-mereka yang kalah.
Sepertiga malam yang penghujung pun terlalui.Rasa letih pun pada akhirnya mengalahkan semuanya.Setelah gelombang kekalutannya beranjak surut, akhirnya dia sampai pada sebuah kesadaran bahwa kepasrahan adalah satu-satunya jalan untuk meringankan beban perasaan.
Apa sih, yang bisa dilakukan seorang wanita lemah semacam dirinya. Dia tidak punya apa-apa selain keinginan untuk keluar dari permasalahan tersebut.Dia pun sadar, hanya Allahlah satu-satunya yang dapat menolong.Ketika jajan sudah buntu, ke kiri jurang ke kanan jurang, tidak ada lagi yang bisa dimintai pertolongan selain Zat yang mengatur segalanya.
Pada saat tetesan air mata yang jatuh dari pelupuk matanya, dia bergumam lirih, "Duh Gusti, hamba minta tolong dari segala kesulitan ini.Tidak ada yang bisa menjadi tempat bergantung selain pada-Mu."
Dibelainya kepala sang Anak yang tertidur di sampingnya perlahan. Damai terasa menyergap bersama dinginnya malam yang gelap.Dalam lelah, si Ibu tertidur setengah bertelekan di tepian ranjang kayu.Tidur yang teramat singkat, tiga puluh menit saja mungkin lamanya.
Ketika azan shubuh dari mushala sebelah berkumandang, sang Ibu merasa lebih segar. Pukul enam pagi, dia sudah berkemas dan siap untuk memulai berjualan dengan berjalan kaki.Telombong segera dipondong, botol-botol yang semula kosong kini telah kembali tampil kinclong.
Dia telah membulatkan tekad untuk menawarkan sebuah opsi kepada seorang pelanggan setianya. Dia akan mengajukan sebuah proposal, suplai jamu terusan dengan setengah pembayaran di muka, tentu saja untuk membayar uang sekolah anaknya.
Singkat kata, dengan tutur kata yang halus, disampaikanlah maksudnya.Sayang, rencana manusia terkadang berjalan takseirama dengan orkestrasi semula. Maksudnya itu dipahami, tetapi sang pelanggan tidak dapat membantunya. Lunglailah badan si Ibu penjual jamu itu.
Tak bersemangat lagi dia untuk menghadapi hari itu yang baginya terasa semakin mirip dengan neraka dunia.Rasa putus asa itu memang menghancurkan.Dia mengubah warna dari semula yang bak bianglala menjadi hegemoni tunggal hitam belaka.
Namun, dengan sisa tenaga yang ada, dia terus mencoba, dan akhirnya pada rumah kelima, proposalnya diterima. Tepat pukul dua, dia sudah duduk di depan meja petugas tata usaha sekolah anaknya. Enam lembar uang lima puluh ribuan pun berpindah tangan dan segera bertukar dengan selembar kertas kuitansi. Selembar kertas kumal yang baginya tampak seindah Pulau Bali.
Barang siapa hatinya dihadirkan oleh Allah kala berdoa, niscaya doa itu tidak akan ditolak. (Yahya bin Mu'adz Ar Razi)
Langganan:
Postingan (Atom)